Laporan Failed State Index: Myanmar Menduduki Peringkat Pertama Se-Asia Tenggara (Versi 2)
The
Fund For Peace atau yang lebih dikenal dengan FFP
merupakan organisasi yang bekerja dengan melakukan penelitian guna mencegah
konflik dan kekerasan, serta mempromosikan keamanan yang berkelanjutan (global.fundforpeace.org,
n.d.). FFP pada tahun 2005 mempublikasikan Failed
State Index atau FSI. FSI dibuat untuk mempermudah penilaian negara-negara
di dunia yang termasuk ke dalam negara lemah atau gagal. Negara-negara yang
terindikasi lemah atau gagal ini akan menjadi perhatian dunia internasional. Hal
ini dikarenakan, negara lemah atau gagal memiliki ketidakstabilan politik,
ekonomi, atau bahkan keamanannya. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi
politik, ekonomi, dan bahkan keamanan negara lain juga.
Pada tahun 2012 lalu, berita mengenai status Indonesia
sebagai negara gagal menjadi sorotan utama media di Indonesia. Menurut FFP
dalam laporan Failed State Index
(FSI) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat 63 di antara 177 negara di
dunia dan di peringkat ke 6 se-Asia Tenggara. Berdasarkan skalanya di tahun 2012, Indonesia
dinyatakan berstatus Warning dengan
skor 80,60. Penentuan status tersebut dalam FFP dibagi ke dalam empat skala,
antara lain Alert (skor 90-120), Warning (skor 60-90), Stable (skor 30-60) dan Sustainable (10-30). Dari skala itu
menunjukkan bahwa semakin besar skor yang di dapat suatu negara, maka negara
tersebut beresiko berstatus negara gagal.
Status Warning Indonesia sebagai negara beresiko menjadi negara gagal,
sebenarnya dalam lingkup ASEAN termasuk lebih baik dibandingkan negara Myanmar
yang berada di posisi pertama atau tertinggi se-Asia Tenggara. Laporan FSI dari
FFP juga menyatakan bahwa Myanmar berstatus Alert,
dengan skor 96,2 dan peringkat ke-21 se-Dunia di tahun 2012. Posisi Myanmar
sebagai negara dengan status Alert
telah didapat dari awal rilis FSI di tahun 2005 (lihat tabel 1). Dari tahun
2005 hingga tahun 2015, Myanmar bahkan tetap berada di posisi Alertnya. Dari laporan FSI tersebut,
Myanmar dinyatakan sebagai salah satu negara dengan resiko paling tinggi dinyatakan
sebagai negara gagal. Pada tahun 2015, FFP merubah FSI (Failed State Index) menjadi Fragile
State Index. Sehingga dalam hal ini, tidak ada negara yang dinyatakan
sebagai negara gagal, namun beresiko menjadi negara gagal. Oleh karena itu, di
kawasan Asia Tenggara, Myanmar memiliki resiko paling tinggi menjadi negara
gagal dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan tersebut.
Tabel 1.
Peringkat dan Skor FSI Negara-Negara di Asia Tenggara Tahun 2011-2014
Rank/Score
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Myanmar
|
18/98,3
|
21/96,2
|
26/94,6
|
24/94,3
|
Timor-Leste
|
23/94,9
|
28/92,7
|
32/91,5
|
31/91,0
|
Cambodia
|
38/99,5
|
37/88,7
|
41/88,0
|
40/88,5
|
Laos
|
4686,7
|
48/85,5
|
58/83,7
|
56/84,3
|
Philippines
|
51/85,0
|
56/83,2
|
59/82,8
|
52/85,3
|
Indonesia
|
64/81,6
|
63/80,6
|
76/78,2
|
82/76,8
|
Thailand
|
79/78,3
|
84/77,0
|
90/75,1
|
80/77,0
|
Vietnam
|
88/76,1
|
96/74,0
|
97/73,1
|
98/72,7
|
Malaysia
|
112/68,7
|
11068,5
|
116/66,1
|
117/66,2
|
Brunei
|
122/65,8
|
123/64,1
|
123/63,2
|
123/63,6
|
Singapore
|
157/35,1
|
157,35,6
|
158/34,0
|
158,35,9
|
Sumber:
The Fund For Peace (2011; 2012; 2013;
2014)
Kondisi status Alert
Myanmar dalam FSI disebabkan salah satunya adalah karena kasus Rohingya. Ini
berawal dari status kewarganegaraan dari etnis minoritas Rohingya. Myanmar
tidak mengakui dan tidak memberikan status kewarganegaraan bagi Rohingya, serta
menganggap Rohingya sebagai imigran gelap di Myanmar. Kewarganegaraan etnis
Rohingya yang tidak diakui Myanmar dikarenakan etnis ini belum ada sebelum
kemerdekaan Myanmar di tahun 1948 (Waluyo, 2013). Hingga di tahun 2012 dalam
kepemimpinan Thein Sein, Myanmar tetap tidak akan memberikan kewarganegaraan
kepada Rohingya. Kemudian penyebab status Alert
Myanmar juga karena diskriminasi agama antara agama muslim Rohingya dan agama
Budha Rakhine.
Kasus Rohingya mengalami puncaknya ketika terjadi
peristiwa perampokan dan pemerkosaan terhadap perempuan Rakhine bernama Ma
Thida Htwe tahun 2012. Dalam penangkapan pelaku, tertangkap tiga orang dan dua
diantaranya adalah etnis Rohingya. Walaupun pelakunya telah ditangkap dan
diadili, namun karena dua orang pelakunya berasal dari Rohinya sehingga
menyebabkan kerusuhan di negara bagian Rakhine. Kerusuhan ini meningkat menjadi
bentrokan mematikan antara umat muslim Rohingya dan umat Budha Rkahine, hingga pengusiran
rakyat Rohingya oleh masyarakat Rakhine dari Rakhine. Di tahun 2012, terhitung
1,1 juta warga Rohingya tidak mempunyai kewarganegaraan dan 140 ribu
diantaranya mencari pengungsian akibat bentrokan yang terjadi antara kedua agama
(Wahyudi, 2015).
Ketegangan agama antara Islam
Rohingya dan Budha Rakhine terjadi setelah pemerintah semi-militer Myanmar
memimpin sejak tahun 2011. Akibat ketegangan kedua agama tersebut, sekitar 140
ribu Rohingya mengungsi di kamp-kamp kumuh, sementara ribuan lainnya telah
melarikan diri dengan mencari suaka ke negara tetangga (Indonesia, Malaysia dan
Thailand). Kerusuhan anti-Muslim Rohingya ini kemudian menyebar ke pusat
Myanmar. Hal ini, didorong oleh biksu-biksu nasionalis Buddha yang meyakinkan
bahwa Islam menggerus umat Buddha. Mereka juga memboikot bisnis yang dilakukan
oleh Muslim dan melarang pernikahan antar-agama (Aguste, 2015).
Permasalahan Myanmar ini menjadi
perhatian bagi dunia internasional. Terkait dengan negara lemat dan gagal yang
memiliki ketidakstabilan politik, ekonomi, ataupun kemanannya akan mempengaruhi
negara-negara lainnya. Hal ini yang dirasakan negara-negara tetangga
(Indonesia, Malaysia dan Thailand) akibat dari pencarian suaka oleh Rohingya. ASEAN
sebagai penjamin kestabilan politik di kawasan, hanya dapat berperan membantu
menyelesaikan permasalahan pengungsi Rohingya yang mencari suaka di beberapa
negara di ASEAN, diantaranya Indonesia, Malaysia, dan Thailand.. Prinsip non-interference ASEAN menyebabkan ASEAN
tidak memiliki instrumen untuk mengatasi eksodus imigran yang sebagian besar
datang dari salah satu negara anggota ASEAN, Myanmar. Namun begitu, untuk pertama kalinya permasalahan hak
asasi manusia di Myanmar, terutama soal penderitaan warga minoritas Rohingya
dibahas di Dewan Keamanan PBB (Denny, 2015).
Dari penjelasan emnegania kasus
Rohingya di Myanmar, terdapat tiga poin besar yang terkait status Alert Myanmar. Pertama, permasalahan
Rohingya merupakan salah satu penyumbang skor atau poin terbesar dari bidang
politik dan sosial di negara Myanmar. Dari laporan FSI, indikator politik
Myanmar di tahun 2012-2014 memiliki nilai antara 6-8 poin, dimana merupakan
angka yang besar yang menjadi permasalahan utama di Myanmar (The Fund For Peace, 2012; 2013; 2014). Kedua,
Myanmar yang tergolong ke dalam negara yang beresiko menjadi negara gagal telah
menjadi perhatian dunia internasional karena pencarian suaka pengungsi Rohingya
ke beberapa negara di Asia Tenggara. Hal ini juga dikhawatirkan bahwa
permasalahan akan berlangsung lama dan mempengaruhi politik dan keamanan negara
lain. Terakhir, Myanmar yang berada di posisi tertinggi se-Asia Tenggara dalam
laporan FSI, perlu mendapat perhatian karena ketidakstabilan politik di Myanmar
dibiarkan akan berakibat pada ketidakstabilan negara-negara di Asia Tenggara,
khususnya ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
The Fund For Peace. (2010). The Failed State Index 2010. Washington D.C.: The Fund For Peace
The Fund For Peace. (2011). The Failed State Index 2010. Washington D.C.: The Fund For Peace
The Fund For Peace. (2012). The Failed State Index 2010. Washington D.C.: The Fund For Peace
The Fund For Peace. (2013). The Failed State Index 2010. Washington
D.C.: The Fund For Peace
Jurnal:
Waluyo, Tri Joko. (2013, Februari). Konflik Tak
Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar. Jurnal Transnasional Vol
4
________. (n.d). About The Fund For
Peace. 20 Juni 2016.
http://global.fundforpeace.org/aboutus
Sumber Lain:
Agestu, Ike. (2015, Juni). Ketegangan Agama di Myanmar Diduga
Meningkat Jelang Pemilu. 20 Juni 2016
file:///C:/Documents%20and%20Settings/Owner/My%20Documents/inas/lain%20lain/berita%20myanmar/Ketegangan%20Agama%20di%20Myanmar%20Diduga%20Meningkat%20Jelang%20Pemilu.html
Armandhanu, Denny. (2015, Mei).
Untuk Pertama Kali Isu Rohingya Dibahas
di DK PBB. 20 Juni 2016
file:///C:/Documents%20and%20Settings/Owner/My%20Documents/inas/lain%20lain/berita%20myanmar/Untuk%20Pertama%20Kali%20Isu%20Rohingya%20Dibahas%20di%20DK%20PBB.html
Wahyudi, Eky. (2015, Mei). Angkatan Laut
Myanmar Temukan 200 Imigran Bangladesh. 20 Juni 2016
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150522174507-106-55103/angkatan-laut-myanmar-temukan-200-imigran-bangladesh/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar